Bencana belum Berakhir Kesadaran Menjaga Alam Rendah

Bencana belum Berakhir Kesadaran Menjaga Alam Rendah
Padang Ekspres • Senin, 05/12/2011 12:27 WIB • Yoni Syafrizal/Padek • 32 klik
Berpikir hijau: Menko Kesra Agung Laksono ketika meninjau korban banjir di Pasir
Painan, Padek—Banjir bandang yang melanda Pessel 3 November lalu, jangan dulu dianggap  sebagai bencana terakhir. Tapi bisa jadi merupakan awal bencana yang akan disusul oleh bencana-bencana besar lainya.

Kekhawatiran ini cukuplah beralasan, sebab hingga saat ini kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian alamnya masih dinilai rendah. Selain itu ketegasan pemerintah melalui jajaran terkait untuk bertindak tegas terhadap oknum perusak lingkungan juga tidak menunjukkan keseriusan.

Ini bisa dilihat pada kasus penemuan tanpa sengaja wakil bupati Pessel, Editiawarman, ketika melihat warga yang terkena korban banjir di nagari Palangai Gadang kecamatan Ranah Pesisir (21/11) dua pekan lalu. Pada kunjunag itu ditemui kayu tak bertuan hasil olahan bergelimpangan yang diduga berasal dari hutan lindung.

Petugas dari Polhut dan staf dinas Hutbun ESBM, Pessel, yang diturunkan ke lapangan untuk menindaklanjuti hasil temuan itu sehari setelah penemuan tidak membuahkan hasil. Sebab kayu temuan tanpa sengaja telah raib.

Kalaupun masih ada yang tersisa, telah dihanyutkan pula, dengan alasan biaya yang dikeluarkan untuk mengangkutnya ke Painan lebih besar ketimbang harga kayu yang tersisa yang saat itu tinggal lagi sembilan batang, sebagai mana keterangan Kepala Dinas Kehutanan Energi Sumber Daya Mineral Pessel, Edi Suhartono, saat itu.   

Buya Zaitul Ikhlas, tokoh masyarakat Pesisir Selatan (Pessel), kepada Padang Ekspres mengatakan, temuan tanpa sengaja oleh rombongan wakil bupati saat kunjungnya itu, merupakan salah satu indikasi masih rendahnya kesadaran oknum masyarakat terhadap dampak yang ditimbulkan oleh pembalakan liar.

“Saya menilai dengan raibnya kayu tak bertuan yang bergelimpangan di batang Pelangai Ranah Pesisir dekat kantor wali nagari itu, merupakan salah satu indikasi keseriusan pihak terkait dalam hal ini masih diragukan. Karena ketidakseriusan itu, persoalan yang sama bisa terus terjadi, siapun oknum pelakunya,” jelasnya heran.

Dikatakanya, siapapun yang menjadi pelaku dibalik pembalakan liar itu, proseslah yang bisa menentukan. Tapi proses itu tidak bisa dijalankan karena tidak sorang pun yang mengaku pemiliknya bahkan sampai raib.

“Berbagai dalih dan kilah bisa saja dilemparkan oleh pihak terkait atas temuan itu. Sebab tidak ada pelaku. Jika memang kayu itu dari hasil hutan produksi atau kebun milik masyarakat, kenapa tidak ada yang tegas kalau itu bukan berasal dari hutan lindung. Inilah yang jadi pertanyaan. Makanya indikasi kalau kayu itu berasal dari hutan lindung atau TNKS, menjadi kuat dugaanya,” ujarnya.

Ia berharap kepada masyarakat Pessel, mulai saat ini secara bersama-sama berkomitmen untuk menjaga kelestarian alam. Pessel adalah daerah rawan bencana. Bahkan bancana yang diprediksi cukup kompleks.

“Banjir, longsor dan abrasi merupakan tiga bencana yang bisa dipredikasi. Karena bisa diprediksi, ancamanya bisa diminimalisir melalui pelestarain lingkungan,” ujarnya. (*)

0 komentar:

Posting Komentar