kelestarian alam pekanbaru

"Pergi ke Bengkalis beli cencalok, cencalok dimakan bersama-sama, selamat datang di hari elok, apa kabar kita semua."  Tari melayu indah geraknya, lemah gemulai penarinya, di taman budaya kita bersua, semoga tetap akrab selamanya."
DEMIKIAN sang master of ceremonias  (MC) menyapa duta budaya yang datang dari berbagai penjuru Tanah Air di  Negeri Seribu Pantun, Pekanbaru, Ibukota Propinsi Riau, Selasa (20/7/2010) petang. Di saat mentari beranjak ke praduan, anak-anak negeri ini bersua muka  menampilkan beragam budaya dan adat istiadat dalam kebhinekaan Indonesia. Di halaman gedung Taman Budaya Riau, bak miniatur Indonesia. Indonesia  elok rupa wajahnya.
Di sini kita menyaksikan Jawa Timur dengan Gulur E Tanah Kapor, Sumatra Utara dengan Sembahen, Lampung dengan Mileh Damakh, Nangggroe Aceh Darussalam dengan Peh Kayee, Sulawesi Selatan dengan musik gambusnya, Kalimantan Selatan dengan Bulan Kutimang, Bulan Kusayang, tuan rumah Riau  dengan Dreem of Damak, Jawa Tengah dengan Wayang Kampung Sekolah, Papua dengan Murka Sang Penguasa Hutan, Kalimantan Barat dengan N ciak Mun Sangun, Kalimantan Timur dengan Belada Sekawanan Burung, Sulawesi Tengah dengan Bukan Vunja Keke, Jambi dengan Luci Genyi, Jawa Barat  dengan tarian kreasinya, Kalimantan Tengah mengusung tarian Wadian Pamungkur Nihi Anak Amu Ngami, Sumatera Barat menampilkan tarian malam, Nusa Tenggara Barat dengan  Lampan Kahat, Yogyakarta menampilkan karya seni Tangis Rimba Raya dan NTT menampilkan tarian Ismiti dari Kabupaten Alor.
Temu Budaya Nasional yang mengusung tema "Seni Menjunjung Alam"  merupakan ajang keprihatinan terhadap kondisi alam yang saat ini makin rusak.  Realita ini menggairahkan kepekaan budayawan terhadap lingkungan alam yang semakin rapuh dengan mementaskan berbagai seni tari, teater dan puisi bernuansa pelestarian alam.
Temu budaya yang diikuti seluruh taman budaya  di Indonesia, merupakan ajang yang diharapkan mampu menyadarkan pihak pemangku kepentingan untuk lebih memperhatikan alam. Apalagi kerusakan alam bukan hanya cerita di media, tetapi  sudah dirasakan oleh kita, dengan perubahan cuaca yang drastis dan bencana yang mengancam nyawa dan harta benda. Gempa bumi dan tsunami Aceh dan  Padang  di tanah Sumatra menjadi contoh nyata bahwa alam murka kepada manusia yang kerap merusak hutan dan alam negeri ini.   Wadah temu budaya nasional  menjadi  ruang ekspresi  terjadinya silahturahmi kesenian, menampilkan  keragamanan   dalam  bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). NTT pun tak ketinggalan. Taman Budaya NTT memboyong sekelompok pemuda menampilkan tarian Ismiti yang mencerminkan betapa pelestarian alam di Nusa Flobamora telah lama digalakan nenek moyang kita. Tarian ini memeragakan bagaimana nenek moyang kita di Kabupaten Alor lebih memilih melestarikan alam lingkungan dengan menanam tanaman buah-buahan sehingga bisa memberikan fungsi ganda.    
Di ajang Temu Budaya Nasional ini, selain digelar  festival budaya, juga dilangsungkan berbagai kegiatan seperti pameran kuliner, seni masuk sekolah dan penanaman pohon.  Temu budaya ini merupakan bentuk kearifan pelaku seni untuk bersama-sama menjaga alam lingkungan serta menyadarkan masyarakat akan pentingnya memelihara lingkungan.    
Pemangku kekuasaan negeri ini menyadari bahwa seni mengambil peranan penting dalam peradaban umat manusia. Seni melakukan pencatatan, pendokumentasian dan rekam jejak sekaligus refleksi terhadap perkembangan umat manusia. Seni juga memberikan pencerahan terhadap berbagai kondisi yang stagnan, kesuntukan dan berbagai keadaan yang buntu sehingga umat manusia dapat menyadari eksistensinya bagian dari isi bumi ini.  (bersambung)       

0 komentar:

Posting Komentar